Curhat dengan orang yang sudah nikah tapi...

/
1 Comments
Selamat malam. Lagi-lagi saya ngeposting hal yang kemungkinan tidak penting tapi bisa jadi pertimbangan*halah*. Malam ini nggak sengaja jadi curhat banyak sama kakak ipar. Pemicunya sederhana, karena saya nggak makan malam sepulang dari nge-date dan itu jadi bahan ece-ecean emak ke saya. Selain karena nggak makan malam, ya karena seharian pergi sama bangbang. Kebetulan kakak ipar saya ada disitu, dan terciptalah suasana untuk 'bertukar pikiran' dalam hal berpacaran setelah emak selesai makan dan masuk ke kamar.

Oh ya, kakak ipar saya ini menikah dengan abang saya bulan Mei tahun lalu. Oh tidak, dia tidak seumuran atau setahun-dua tahun dibawah abang saya, tapi umurnya tidak jauh dari saya. Kami hanya selisih satu tahunan *fyi: abang saya kelahiran 1984, sedangkan kakak ipar saya kelahiran tahun 1990*. Jadi intinya, dia sudah menikah diumur yang saya jalani sekarang.

Awalnya, kakak ipar saya menunggu emak untuk masuk ke kamar dan berbicara ke saya,
"Maaf loh, bukan niatnya ngajarin jelek, tapi ya ini cukup jelek sih." 
Aku tertawa kecil dan bertanya lanjutannya. Kakak ipar saya bilang tidak seharusnya saya ngomong ke emak kalau belum makan malam padahal sudah seharian pergi sama bangbang. Saya terkekeh, dan menjawab kalau saya kelewat jujur kalau sudah sama emak. Kakak ipar membenarkan dan menyetujui kalau masih bisa terbuka dengan emak apalagi masalah begini, tapi ada kalanya harus bisa mengerem apa yang harusnya tidak dikatakan. 
"Bilang aja kamu udah ditawarin makan tapi kamu pengennya makan dirumah." 
Saya tertegun dan tersenyum. "Mbak, aku sebenarnya tadi ditawarin makan, tapi makannya itu delivery tapi nggak dateng-dateng. Baru dateng ya pas kami udah siap-siap mau pulang dan udah bilang ke bangbang mending makan dulu, tapi dia bilang 'nanti kemaleman',yaudah.. nggak makan deh." 
Kakak ipar saya cuma ber-oooh sambil menyendokkan makanannya. 
"Nah, kan kamu bisa terbuka sama emak. Kalau ada kesempatan ngomong sama emak, kamu tanyain deh emak setuju nggak sama bangbang". 
Saya cuma cengangas cengenges karena mendengar wejangan itu dari kakak ipar.
"Kalau kamu jalan terus tapi emak nggak setuju, kayak mbak nih ya sama mantan mbak sebelum abangmu, isinya tengkaran mulu." Lanjutnya yang bikin saya tambah cengenges untung gak sampe ngeces orz.
"(Almh.) Ibu mbak tuh nggak secara langsung bilang nggak suka sama mantan mbak yang dulu itu. Biasanya cerita dulu ke sepupu mbak yang dekat sama ibu, baru mbak tau dari sepupu mbak itu." Saya cuma angguk-angguk. 
"Eh, sekalinya sama abangmu, ibu mbak ngomong setuju langsung, yah walau sama sepupu mbak lagi sih." Saya tertawa. 
"Jadi ta, mending tanya emak aja, setuju apa nda." Ulangnya. Saya bilang, kalau menurut saya, emak saya sendiri itu orangnya bebas bertanggungjawab, tapi bingungan. Kenapa? Pernah suatu kali saya tanya ke beliau kalau saya bubaran dengan bangbang gimana, emak bilang jangan. Lalu pernah beliau bilang jangan menikah sebelum sekolah selesai, tapi sekarang tanya-tanya kapan hal itu akan terjadi. Dan yang terakhir saya dengar untuk saat ini, beliau bilang sudahan saja karena bangbang tidak menghubungi saya sama sekali 12 hari lamanya*walah*.
"Ya kamu karena cinta sama dia." Balas kakak ipar. "Cinta itu buta," 
"Dan tuli" Lanjut saya. Dia tertawa. 
"Iya bener banget. Temen mbak ada tuh, pacarannya ngeri, kalau udah marah pacarnya diumpat dengan kata-kata binatang*saya nda nyebutin ya :3*. Dorong-dorongan, jitak-jitakan, aneh lah, tapi sekarang sudah putus sih dan temen mbak jadian sama sepupu jauhnya." Dan saya angguk-angguk lagi. Kata kakak ipar saya, ada juga yang temannya mau aja balikan padahal sudah diselingkuhi dan malah keluarganya yang (maaf) menengah bawah itu dihujat oleh cowok temannya kakak ipar itu.

-----
"Kalau kamu ngerasa sakit terlalu ngilu/ngoyo, apalagi kayak kemarin-kemarin, mending yah...udahin aja," Lanjut kakak ipar saya yang bentar lagi melahirkan anak pertamanya ini. Saya cuma cengenges lagi,
"Yah mbak, sebenarnya bukan satu atau dua kali kami kayak begini kok, tapi kalau yang lebih dari seminggu ini ya baru kemarin itu."
Saya ngejelasin ke kakak ipar ada beberapa alasan kenapa sampai lanjut tuh "perang" sampai 12 hari *eaaa*.
"Tapi dia tuh kenal kamu nggak seminggu dua minggu," Balas kakak ipar. Saya mengiyakan dan itu sudah saya sampaikan ke bangbang lusa kemarin.
"Ya, tresna jalaran saka kulina sih mbak, ya kan?" Dan kakak iparpun senyam-senyum.
"Haha, iya juga. Yah, itu kan kamu yang jalanin. Jadi, kalau kata orang, dinikmati aja."

------
"Yang penting kamu berdoa. Doa sederhana yang udah banyak orang lakuin, Kalau jodoh didekatkan, kalau bukan jodoh..."
"Apapun caranya tolong jadikan jodoh saya." Saya memutus kalimat itu dan kakak iparpun ngakak.
"Huss, bukan... ya dijauhkan lah. Semaksa-maksanya kamu ingin sama orang yang kamu cintai, kalau tidak jodoh, ada aja hal nggak enak yang terjadi." Saya cuma garuk-garuk kepala sambil manyun.
"Buktinya abangmu pacaran 9tahunan sama mantannya juga nggak jadi."
"Abangku polos mbak,"
"Abangmu baru sadar kalau dia terlalu cuek,akhirnya diselingkuhi,"
"Biasanya kalau sudah ada kejadian nggak enak, orang baru sadar dan nggak ngelakuin kesalahan yang sama mbak."
"Haha, iya."
"Tapi sifat cowok pasti ada yang nularin ke ceweknya. Ya gaya ngomong, sikap."
"Iya e, aku ketularan abangmu suka nge-game."
"Haha."

------
"Mbak nyesel kok jadi orang yang pulang karaoke jam 2 pagi, dan hal-hal nakal lainnya yang diajarin sama sepupu mbak, sebelum ketemu abangmu dan seumuran kamu." 
"Kenapa?"
"Yah kalau tau akhirnya bahagia sama abangmu kayak sekarang ini, tau kalo itu salah, mending nggak usah dilakuin."
"Ya kan udah lewat, lebih enak kan. Daripada baru dilakuin sekarang?"
"Iya juga sih. Mbak sempet ngikutin jalan pikiran orang yang bilang nakallah kamu sebelum terlambat, karena hidup cuma sekali."
Dalam hati saya, jalan pikiran itu ada benarnya, tapi kakak iparku langsung menyangkal itu sama sekali nggak benar karena diajarin abang saya. *abang saya ngajarin apa sih =='*

------
"Kamu sudah harus mantepin hati lo."
"Kenapa mbak?"
"Ya maksimal wanita itu menikah umur 25, kalo lewat dari itu, kebablasan ntar."
"Oh ya? Berarti orang-orang barat sana kelewatan banget dong mbak?"
"Tapi kan mereka awet muda *diem sesaat dan saya nyaut "nggak"*, eh iya ding, nggak awet muda"
"Haha. Ini mungkin karena pergaulan sih mbak, wanita-wanita di Jepang sana menikahpun bukan urutan pertama, tapi ya perlu diinget, itu karena gaya hidup negara maju. Kalau mau melahirkan anak disana katanya dibayarin pemerintah untuk biaya kehidupan si bayi."
"Lah kenapa?"
"Ya karena gaya hidup wanita sana mbak."
"Karir kan?"
"Iyuu~"
"Makanya itu, kamu jangan terlalu mikir untuk karir.."
"Saya nda mau karir begitu mbak, saya pengen ngajar."
Kakak ipar saya terdiam sesaat dan bilang kalau temannya yang anak sastra pun lulus kuliah langsung mengajar di salah satu SMA.
"Jangan lama-lamalah pokoknya." Tekannya.

------

Dan beberapa percakapan yang tidak perlu diumbar secara keterlaluan disini. Intinya sih, Curhat dengan orang yang sudah nikah tapi umurnya nggak jauh-jauh dari saya itu, lumayan nyentil hati. Yah, emang dari dasar prinsip saya sama kakak ipar saya sendiri sudah beda, dia semenjak sekolah menengah bawah ingin menikah muda. Sedangkan saya? Saya ini orangnya ngikutin arus, Kalau pihak sana diem saya ikut diem, sana minta maaf saya maafkan. Masalah pernikahan itu saya bilang tabu untuk diri saya sendiri, karena menurut saya, hal itu memang ada dan tercetus dipikiran tapi belum merasa itu prioritas.
Saya belum KKN dan Skripsi. Alasan Klasik? Memang, tapi saya sadar diri saya itu masih banyak kurang, banyak nyangkal keadaan dimana-mana karena 'cinta'. Yah, kalau memang jodoh dekatkanlah, kalau memang bukan...untuk saat ini dinikmati dan dijalani aja dululah, mumpung ada mumpung punya :3.


You may also like

1 comment: