Betulkah Hanya Kebetulan?

/
2 Comments
Betulkah hari Selasa, minggu ini, tanpa sengaja kita bertemu di tempat percetakan umum—tanpa ada perjanjian sama sekali adalah sebuah kebetulan? Kau menghampiriku yang berpura-pura tidak melihatmu, padahal aku sadar sepenuhnya saat kamu masuk ke ruangan yang sama denganku, berpura-pura bahwa aku tidak menyadari keberadaanmu. Cukup aneh rasanya, seminggu setelah kita tidak bercakap-cakap dan dipertemukan secara kebetulan. Kaget, takut, sekaligus ada rasa senang yang aneh yang merambat karena “kebetulan” yang singkat itu.

Esoknya, kita bertemu, disengaja karena aku memintanya. Aku dan kamu, hari itu, “berjanji” untuk tidak akan banyak bertemu, banyak bercakap, dan menganggap ini adalah hari terakhir dan hari dikuncinya rasa yang kita simpan dan tak akan mengungkit-ungkitnya kembali. Kamu berkata akan mengubur perasaan itu dan aku hanya mendapatkan diriku menangis, karena itulah kenyataannya, itulah akhirnya. Dan aku meminta permintaan-permintaan terakhir yang rasanya tidak akan pernah didapati kemudian hari. Hari itu pula ditutup dengan banyak tawa dengan bermain dengan teman-teman satu rumahmu dan tetangga-tetangga kecilmu yang manis, dan malam ini sama seperti malam sebelumnya-sebelumnya selama setahun ini, ketika aku setelah mengantarmu pulang atau sehabis dari rumah kontrakanmu, kamu mengirim pesan singkat: "Sudah sampai rumah?" yang baru kubaca paginya.

Namun entah mengapa, ada komponen-komponen di dunia ini yang tidak terima akan kesepakatan hari itu. Karena kemarin, tanpa disengaja dan tanpa perjanjian, kembali kita bertemu, di ruangan yang kini tak sedingin tahun lalu, ruangan dimana dulu kaki-kaki besarmu yang kedinginan membungkus kaki-kakiku, meminta kehangatan. Aku mendapatimu sedang tertidur di salah satu sofa di sana, dan tanpa banyak pikir aku langsung duduk di sebelahmu yang membuatmu terbangun, diikuti wajahmu yang terpasang sedikit kaget. 

“Halo, sudah kelar ujiannya?” Ucapku membuka percakapan.

“Iya, nanti jam setengah 2 ujian lagi, cuma numpuk makalah” Jawabmu yang kuikuti anggukan kepalaku.

“Mau makan nggak?” Tiba-tiba kamu bertanya seperti itu, yang langsung aku saut anggukan kepala lebih cepat karena sadar belum makan sedari pagi dan waktu itu menunjukkan pukul setengah 12 siang. Kita melesat menggunakan motorku ke arah kampus, mengambil helmmu dan akhirnya kita makan siang, bersama.

“Kebetulan” hari itu benar-benar kita manfaatkan, melupakan perjanjian yang sehari sebelumnya kita buat. Setelah kamu selesai menumpuk tugas untuk ujianmu, kita melaju ke pameran di salah satu art gallery di daerah Krapyak.

“Ini sih cuma mengulang cerita setahun lalu” Ujarku. Dan kamu hanya terkikih pelan. Ya setahun yang lalu, aku menawari diri untuk menemanimu ke suatu acara yang mengusung tema yang menjadi passionmu selama ini dan terjadi kembali, hari ini dengan suasana yang sama, keadaan mendung kelam yang siap memuntahkan rintik-rintik air.

Perjalanan kita dilanjutkan ke salah satu cafe dimana kita dulu beberapa kali memiliki cerita disana, dan kita membuat satu cerita lagi di tempat yang sama, dan membicarakan hal-hal yang seharusnya kita kunci, yang tidak boleh kita buka kembali, dengan suasana yang masih sama hingga akhirnya rintik-rintik air itu jatuh dari atas langit gelap itu, membuat hal-hal tersebut terbuka begitu saja.

Seselesainya hujan, kita segera mencari tempat untuk beribadah dan setelahnya masih ingin melanjutkan manfaat “kebetulan” itu, sayangnya, ada satu kebetulan yang membuatmu sedih, dan matahari benar-benar sudah tenggelam yang memaksaku untuk menyudahi manfaat “kebetulan” hari ini pula. Hawa setelah hujan dan waktu menuju malam, membuat suhu di sekitar kita mendingin, dan aku kembali meminjam jaketmu, yang sehari sebelumnya kukembalikan padamu. Apakah ini juga kebetulan, agar aku bisa menemuimu lagi?

Kejadian-kejadian beberapa hari di minggu ini hanya mengingatkanku pada tahun lalu. Masih ingat kah kejadian setahun yang lalu? Di ruangan yang sangat-tidak-terkenal-sama sekali dikalangan mahasiswa di kampus kita itu—dan bahkan aku pun sendiri sekarang sudah tidak mengenal sama sekali ruangan itu, bermula dari kejadian 5 hari, dan cerita kita mulai berkembang yang diwarnai banyak cerita, tawa, canda, sedih, suka, kecewa, kesal dan rasa lainnya. Mungkin ada beberapa komponen di dunia ini yang menginginkan kita untuk terus mengingat hal itu, dengan cara kebetulan-kebetulan yang muncul begitu saja. 

“Kata orang tidak ada yang kebetulan” Katamu dan aku juga cukup sering mendengar kalimat itu dari banyak orang yang kamu sebutkan itu. Ya, aku percaya di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan, semua sudah Ada yang mengatur, tinggal bagaimana kita melihat, mencerna,  dan... mensyukurinya.



PS: cerita ini teruntuk "Anonymous" yang dulu pernah menunggu kelanjutan ceritanya, I'll be waiting for you to read again my story and write some comment to this post.

Eniwei, Happy Fasting! Though is too fast a day, but, kita bentar lagi ketemu bulan Ramadhan yang di rindu-rindukan banyak insan Muslim di dunia ini! Selamat berpuasa dan mohon maaf jikalau ada kesalahan ya, mari kita berlomba-lomba cari pahala lagi di bulan puasa tahun ini, yei! \^^/


You may also like

2 comments: